Film horor Indonesia nggak pernah kehabisan ide untuk bikin penontonnya merinding, tapi kali ini ada yang beda! Inang, film thriller garapan Fajar Nugros, sukses menciptakan cerita horor yang nggak cuma soal hantu atau setan, tapi juga soal beratnya hidup perempuan menghadapi kehamilan tak diinginkan (KTD). Bagi kamu yang belum nonton, hati-hati, artikel ini mengandung spoiler!
Cerita Dimulai: Dari Kontrakan Sempit ke Rumah “Mewah”
Wulan (Naysila Mirdad), perempuan muda yang hidup pas-pasan sebagai kasir swalayan, mendapati dirinya hamil di luar nikah. Kondisinya yang udah serba sulit makin terhimpit karena penghasilannya nggak cukup buat nutup kebutuhan sehari-hari, apalagi bayar kontrakan. Akhirnya, Wulan harus hengkang dari kamar sempitnya di gang kecil dan mencari jalan keluar.
Saat bingung dengan masa depannya, Wulan nemu jalan lewat komunitas pendukung ibu hamil di media sosial. Di sanalah dia ketemu Eva dan Agus, pasangan tua yang menawarkan rumah mewah sekaligus jadi calon orang tua angkat buat bayi yang ada di perutnya. Awalnya, semua terasa seperti mimpi indah: rumah luas, makanan enak, dan perhatian yang nggak pernah dia rasain sebelumnya. Tapi ternyata, kebahagiaan itu nggak bertahan lama.
Dari Surga ke Neraka: Mitos Rebo Wekasan
Setelah pindah ke rumah Eva dan Agus, Wulan merasa mendapatkan sosok ibu dalam diri Eva (Lidya Kandou). Eva sangat perhatian, lembut, dan kelihatan pengertian. Tapi, ada yang aneh. Eva mulai memberlakukan aturan-aturan aneh yang bikin Wulan nggak nyaman. Mulai dari harus pakai daster biar nggak gatal, minum ramuan tradisional, sampai saran absurd kayak bawa peniti buat menangkal bahaya.
Awalnya Wulan nurut aja, soalnya dia nggak punya pilihan lain. Tapi makin lama, Eva jadi makin mengontrol hidupnya. Wulan pun merasa seperti tahanan di rumah yang seharusnya jadi tempat perlindungan. Dan di sinilah horor sebenarnya dimulai: ternyata Eva dan Agus punya rencana mengerikan. Bayi yang dikandung Wulan bakal dijadikan tumbal buat menyelamatkan anak mereka sendiri yang lahir di hari Rebo Wekasan, hari yang menurut mitos membawa kesialan.
Realita yang Dekat dengan Kita
Selama nonton, rasanya pengen banget teriak buat nyuruh Wulan kabur. Tapi kalau dipikir-pikir, cerita Wulan terasa dekat banget dengan realitas banyak perempuan di Indonesia, terutama mereka yang hidup di kelas bawah. Kehamilan tak diinginkan adalah beban berat, baik secara fisik, mental, maupun finansial. Perubahan tubuh yang nggak nyaman, tekanan dari lingkungan yang sering menghakimi, sampai kurangnya dukungan dari orang-orang sekitar, semuanya bikin situasi makin sulit.
Lebih miris lagi, akses ke layanan kesehatan seperti aborsi yang aman masih jadi isu besar di Indonesia. Di film ini, Wulan sempat disarankan oleh temannya, Nita, untuk melakukan aborsi nggak aman. Tapi Wulan menolak. Dia memilih untuk melahirkan dan menyerahkan bayinya ke pasangan yang membutuhkan. Pilihan ini menunjukkan betapa sulitnya posisi Wulan, di mana apa pun yang dia pilih, selalu ada risikonya.
Jeratan Kemiskinan dan Kontrol atas Tubuh Perempuan
Kemiskinan membuat Wulan nggak punya banyak pilihan. Setelah diusir dari kontrakan karena nggak mampu bayar sewa, tawaran Eva dan Agus terasa seperti berkah. Tapi bantuan mereka ternyata penuh pamrih. Wulan jadi kehilangan kendali atas tubuh dan kehamilannya sendiri. Eva memaksanya mengikuti aturan-aturan yang nggak masuk akal, tanpa memberi ruang bagi Wulan untuk menentukan apa yang terbaik buat dirinya.
Hal ini mencerminkan realitas banyak perempuan di kelas bawah yang seringkali terjebak dalam situasi di mana tubuh mereka dikontrol oleh orang lain, baik itu keluarga, pasangan, atau masyarakat. Padahal, tubuh perempuan adalah milik mereka sendiri, dan keputusan tentang kesehatan atau kehamilan seharusnya ada di tangan mereka.
Supranatural yang Klise, tapi Tetap Menegangkan
Sebagai film horor, Inang juga nggak lepas dari elemen supranatural. Mitos Rebo Wekasan jadi inti dari cerita ini, di mana hari tersebut dianggap membawa kesialan sehingga bayi yang lahir pada hari itu harus “diselamatkan” lewat tumbal. Sayangnya, elemen ini terasa agak klise karena narasi horor Indonesia sering kali terjebak pada penyelesaian mistis sebagai sumber masalah.
Meski begitu, Fajar Nugros berhasil membangun suasana yang bikin penonton tegang. Hubungan antara Wulan dan Eva yang awalnya hangat berubah jadi mencekam, dan rahasia kelam Eva serta Agus perlahan terungkap dengan cara yang nggak terduga. Buat kamu yang suka horor dengan plot twist, film ini tetap layak ditonton.
Pentingnya Support System untuk Perempuan
Film ini juga mengingatkan kita soal pentingnya support system untuk perempuan, terutama yang sedang hamil, melahirkan, atau menyusui. Proses kehamilan bukan cuma soal perubahan fisik, tapi juga mental. Dukungan dari keluarga, teman, atau pasangan sangat penting untuk membantu perempuan menjalani masa-masa sulit ini.
Wulan sebenarnya punya seorang teman dekat, Nita, yang jadi orang pertama yang tahu tentang kehamilannya. Sayangnya, Nita malah diberi akhir yang tragis di film ini. Padahal, Nita bisa saja jadi simbol solidaritas perempuan dan menyelamatkan Wulan dari jeratan Eva dan Agus. Hal ini jadi refleksi tentang bagaimana perempuan sering kali harus berjuang sendirian, meski sebenarnya mereka butuh dukungan dari orang-orang di sekitar mereka.
Kesimpulan: Horor Kehidupan Perempuan
Inang bukan cuma cerita horor tentang mitos dan supranatural. Film ini juga mengangkat isu-isu penting yang sering kali diabaikan, seperti kehamilan tak diinginkan, kemiskinan, dan kontrol atas tubuh perempuan. Lewat karakter Wulan, kita diajak untuk melihat betapa beratnya hidup perempuan yang harus menghadapi semua itu sendirian.
Jadi, buat kamu yang suka film horor dengan cerita yang lebih “dalam”, Inang wajib masuk daftar tontonanmu. Tapi siap-siap, ya, film ini bakal bikin kamu mikir panjang soal isu-isu sosial yang jarang dibahas di layar lebar. Kalau udah nonton, gimana menurut kamu? Yuk, share pendapatmu di kolom komentar!